Kisah Wafatnya Imam Sibaweh Rahimahullah

Imam Sibaweh

Kisah Tragis Imam Sibawaih: Debat yang Berujung pada Pengasingan dan Wafat


Menurut riwayat, Imam Sibawaih wafat setelah menderita sakit beberapa minggu pasca debat dengan Imam Ali Al-Kisa'i Al-Kufi. Debat ini mengenai lafadz "zanburiyyah" dan apakah lebih populer digunakan dengan dhomir "huwa hiya" atau "huwa iyyaha" menurut orang Arab Badui. Kemasgulan hatinya semakin mendalam karena adanya propaganda dari sebagian ulama ahli nuhat Kufah yang mendukung kedudukan Imam Ali Al-Kisa'i di hadapan khalifah. Apabila pendapat Imam Sibawaih dibenarkan, maka hal ini akan mengukuhkan kealiman Imam Sibawaih dan menyingkirkan posisi Imam Kisa'i di istana.

Imam Sibawaih akhirnya mengasingkan diri di Syiraz, Iran, tempat kelahirannya, dan tidak kembali ke Basrah, tempat beliau mengajar dan terkenal sebagai maestro ilmu nahwu. Perdebatan mengenai lafadz ini, menurut Imam Ibn Malik, sebenarnya bisa menggunakan dua dhomir, baik menurut Imam Sibawaih maupun Imam Kisa'i. Imam Sibawaih wafat pada usia 32 tahun di Syiraz, dengan karya monumentalnya, Al-Kitab, yang menurut Imam Ibn Malik tidak ada bandingannya dalam kitab-kitab ilmu nahwu baik sebelum maupun sesudah wafatnya beliau.

Pertanyaan yang diperdebatkan adalah:


قد كنت أظن أن العقرب أشد لسعة من الزنبور فإذا هو هي – فإذا هو إياها

Imam Sibawaih meriwayatkan bahwa orang Arab mengatakan "fa idzan huwa hiya." Beliau adalah murid Al-Khalil, pengarang ilmu Arudl atau Qowafi, dan Imam Sibawaih juga memiliki murid maestro yaitu Imam Akhfas.

Sebagai seorang manusia dengan umur yang terbatas, Imam Sibawaih akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada tahun 180 Hijriah saat berusia 32 tahun, usia yang relatif sangat muda untuk seorang ulama. Sebelum wafatnya, beliau sempat mengasingkan diri di tempat yang jauh dari keramaian, pasca perdebatan panjang dengan ulama-ulama Kufah yang dipimpin oleh Imam al-Kisa’i bersama sahabat-sahabatnya seperti Imam Al-Farra’ dan Imam Khalaf. Perdebatan tersebut terjadi di Provinsi Baramiqah yang difasilitasi oleh gubernur Yahya bin Khalid.

Perdebatan ini melibatkan dua blok besar dalam ilmu lughah, yaitu blok Kufah yang dipimpin oleh Imam al-Kisa’i dan blok Basrah yang dikomandoi oleh Imam Sibawaih. Perdebatan ini berawal dari perseteruan mereka mengenai pribahasa Arab yang berbunyi:

قد كنت أظن أن العقرب أشد لسعة من الزنبور فإذا هو هي – فإذا هو إياها

Artinya: "Saya mengira bahwa kalajengking itu lebih pedih sengatannya ketimbang kumbang, ternyata kumbang itu adalah kalajengking."

Imam Sibawaih berpendapat bahwa bacaan yang benar dan diamalkan oleh orang Arab hanyalah bacaan rafa’. Sementara Imam al-Kisa’i bersama teman-temannya memilih bahwa kedua bacaan, baik rafa’ maupun nasab, adalah sama-sama benar dan diamalkan oleh orang Arab. Pada hari yang ditentukan, perdebatan pun dimulai. Imam Farra’ menghujani Imam Sibawaih dengan puluhan pertanyaan beruntun, yang dijawab tuntas oleh Imam Sibawaih. Namun, Imam Farra’ selalu menyalahkan jawaban Imam Sibawaih tanpa memberikan jawaban versi dirinya, sehingga Imam Sibawaih meminta agar utusan Kufah diganti.

Selanjutnya, Imam Khalaf maju melanjutkan perdebatan dengan pertanyaan-pertanyaan sulit, yang juga dijawab tuntas oleh Imam Sibawaih. Namun, kekurangsportifan kembali muncul, setiap kali Imam Sibawaih menjawab, Imam Khalaf selalu meminta untuk mengulangi jawabannya. Akhirnya, Imam Sibawaih meminta agar utusan kali ini juga diganti.

Ketika Imam Kisa’i sendiri maju, perdebatan yang menegangkan itu pun dimulai. Pertanyaan pertama dari Imam Kisa’i adalah tentang kalimat:


قد كنت أظن أن العقرب أشد لسعة من الزنبور فإذا هو هي – فإذا هو إياها

Imam Sibawaih menjawab bahwa bacaan yang benar adalah bacaan rafa’ saja. Namun, Imam Kisa’i membantah dan menyatakan bahwa kedua bacaan, baik rafa’ maupun nasab, adalah benar dan digunakan oleh orang Arab. Gubernur Baramiqah kemudian mengusulkan adanya voting dan penelitian langsung kepada orang-orang Arab tentang bacaan yang benar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas orang Arab menyetujui kedua bacaan, membuat Imam Sibawaih merasa terkejut dan tersudutkan. Ternyata, kebohongan publik ini direkayasa oleh blok Kufah karena kedekatan Imam Kisa’i dengan Khalifah Harun al-Rasyid. Imam Sibawaih, merasa kecewa dan patah hati, akhirnya mengasingkan diri ke Persia. Beliau sakit-sakitan dan wafat beberapa bulan setelah itu. Kepergian Imam Sibawaih begitu cepat dan tidak disangka oleh masyarakat Bashrah. Jenazah beliau diurus dan diselenggarakan oleh murid-murid serta masyarakat Bashrah dengan penuh duka cita.

Semoga kisah ini bermanfaat dan memberikan kita pelajaran tentang kebenaran, integritas, dan keteguhan hati dalam menghadapi cobaan.

0 Komentar

Silahkan untuk memberikan komentar, dan berilah kami kritik, saran dan kesan.