Kitab Mizan Al-Kubra 3 Jilid Cet Daru Taqwa | Karya Syaikh Abdul Wahab Asy Sya'roni
Al-Mizan al-Kubra |
Kelebihan Mizanul Kubra Cetakan Daru Taqwa
Al-Mizan al-Kubro cetakan Darut Taqwa ini ditahqiq dari 11 manuskrip lho. Satu di antaranya sangat istimewa dan spesial karena:
- Ditulis langsung oleh muallifnya, Imam Abdul Wahhab asy-Sya'rani.
- Imam asy-Sya'rani setelah menulis, kembali meneliti dan mentashihnya.
- Naskah ini dibaca di hadapan muallifnya beberapa kali. Yang membaca adalah putra muallif sendiri (tidak disebutkan namanya), Syaikh Ali bin Muhammad ath-Thahlawi, Syaikh Ahmad al-Bujairi, dan Syaikh Ali an-Najjari.
- Naskah ini memuat banyak ta'liqat yang memperjelas isi Al-Mizan asy-Sya'raniyyah.
Sudah sepatutnya bagi pecinta Imam asy-Sya'rani dan fiqh lintas madzhab mempunyai kitab al-Mizan al-Kubra dg cetakan ini.
Mengenal Kitab Al-Mizan Asy-Syaroniyah (Mizan al-Kubra)
Al-Mîzan al-Kubrâ tergolong karya fikih komparatif. Ia mengakomodir pendapat mazhab-mazhab muktabar. Hal ini terlihat jelas dalam mukadimah kitab tersebut. Asy-Sya’roni mengungkapkan: “Kitab ini merupakan mizan (timbangan) dengan kualitas tinggi. Disini saya berupaya untuk mengumpulkan dalil yang berbeda-beda. Disamping itu, saya juga berupaya mengakomodir pendapat para mujtahid serta para pengikutnya, mulai dari generasi awal sampai akhir hingga hari kiamat”.
Dalam kitab al-Mizan al-Kubra karya Imam Sya’rani dijelaskan bahwa mazhab-mazhab dalam fiqh itu ada di bawah sorotan cahaya syari’at yang suci (al-syari’ah al-muthahharah). Tidak ada satu pendapat pun dari pendapat-pendapat mereka yang keluar dari tuntunan ilahi. Itu sebabnya tidak cukup hanya dengan menjelaskan lewat rangkaian kata-kata, Imam Sya’rani menjelaskan pula lewat berbagai gambar dan bagan untuk memudahkan pembaca memahami penjelasan beliau, seperti bisa dilihat di foto-foto yang saya cantumkan.
Dari kutipan tersebut, sekilas mungkin tidak ada perbedaan dengan fikih komparatif lainnya, seperti misalnya Bidâyat al-Mujtahid wa Nihâyat al-Muqtashid, karya Ibnu Rusyd. Hanya saja, ketika dibaca lebih jauh maka akan kita temukan klaim dari asy-Sya’roni yang menyatakan bahwa kitabnya merupakan terobosan baru yang belum pernah dilakukan oleh ulama sebelumnya. Lantas apa yang melandasi klaim tersebut?
Klaim tersebut agaknya bukan tanpa dasar. Coba saja kita buka bab-bab awal kitab tersebut. Disana terasa secara jelas perbedaan antara kitab ini dengan kitab fikih yang ada. Asy-Sya’roni mengajukan barometer baru dalam menyikapi perbedaan pendapat antar madzhab. Ia sudah tidak lagi sibuk untuk mengunggulkan satu pendapat dan mengalahkan yang lain. Asy-Sya’roni melihat perbedaan ini dengan kacamata yang berbeda. Disini ia mengajukan tolak ukur berupa hukum yang memberatkan dan hukum yang meringankan.
Parameter ini tergambar jelas dalam ungkapan asy-Sya’roni: “Semua yang ada dalam syariat Islam kembali kepada amr (perintah) dan nahi (larangan). Masing-masing dari amr dan nahi tadi menurut para ulama terbagi menjadi hukum yang diberangkatkan dan hukum yang mengandung keringanan”.
Dengan parameter ini, asy-Sya’roni konsisten menimbang semua perbedaan pendapat yang terjadi. Sekali lagi, ia sama sekali tidak melihat satu pendapat lebih unggul dan yang lain lebih lemah, justru, ia melarikan satu pendapat, sebagai hukum yang ringan –pada kasus A, misalnya—, pendapat yang lain merupakan pendapat yang berat –pada kasus yang sama.
Cara mengaplikasikan neraca ini –fikih yang meringankan dan fikih yang memberatkan— pun memiliki sistemnya sendiri. Asy-Sya’roni secara langsung memaparkan cara kerja neraca tersebut: “Masing-masing derajat ringan dan berat memiliki pemerannya. Seseorang yang kuat dalam hal keimanan serta fisik, maka ia dikenai syariat (hukum) yang berat, baik hukum itu secara tegas dan definitif disebut oleh syariat, ataupun hukum tersebut hasil dari ijtihad. Baik pendapat yang berat tadi merupakan pendapat mazhab orang yang bersangkutan atau pun dari mazhab lain. Sedangkan seseorang yang lemah secara keimanan dan fisik, maka ia mendapat hukum dengan derajat ringan, baik pendapat yang ringan itu dari mazhab orang yang bersangkutan atau pun dari mazhab lain” (lihat: Abdul Wahab asy-Sya’roni, Al-Mîzan al-Kubrâ, Dar al-Fikr, Bairut, 2010, hal 4).
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa apa yang dibawa oleh asy-Sya’roni dalam kitabnya, Al-Mîzan al-Kubrâ, merupakan fikih dalam bentuk baru. Fikih yang lebih melihat kepada keadaan mukalaf serta keimanannya. Dari sini terasa jelas perpaduan antara fikih dan tasawuf yang diusung oleh asy-Sya’roni. Maka menjadi tidak berlebihan apa yang dikatakan bahwa Al-Mîzan al-Kubrâ merupakan penerus Ihyâ’ Ulumuddîn.
0 Response to "Kitab Mizan Al-Kubra 3 Jilid Cet Daru Taqwa | Karya Syaikh Abdul Wahab Asy Sya'roni"
Posting Komentar
Silahkan untuk memberikan komentar, dan berilah kami kritik, saran dan kesan.