Fiqh Puasa Ramadhan Madzhab Syafi’i

Fiqh Puasa Ramadhan

Untuk beribadah kepada Allāh SWT sangat dibutuhkan ilmu. Jika suatu ibadah dilakukan tanpa ilmu, maka akan banyak menimbulkan dampak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan. 
Allāh SWT berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌۗ اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isrā’ [17]: 36)

Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang diwajibkan atas setiap mukallaf, dan amalan ini berulang setiap setahun sekali. Oleh karena itu, betapa urgennya mengetahui fiqih puasa, karena hal ini menentukan diterima atau tidaknya ibadah seorang hamba di hadapan Allāh SWT.

Risalah ini merupakan sebuah ringkasan yang disadur dari kitab alMu’tamad karya Syaikh Dr. Muhammad az-Zuhaili, Taqrīrātus Sadīdah karya alHabib Hasan al-Kaff dan dengan catatan tambahan yang diperlukan.

Ketentuan Puasa dalam Mazhab Syafii


Dalam kitab Ghayah at-Taqrib disebutkan bahwa syarat wajib puasa ada empat yaitu Islam, baligh, berakal sehat, dan mampu berpuasa. Adapun rukun antara lain niat, menahan diri dari makan dan minum, jimak (hubungan intim), sengaja muntah. Tiga hal yang disunnahkan dalam puasa yaitu menyegerakan berbuka, mengakhirkan makan sahur, dan meninggalkan perkaatan buruk.

Para sepuh yang tidak kuat berpuasa, boleh berbuka dan wajib baginya memberi makan kepada orang miskin untuk setiap meninggalkan puasa satu mud. Sementara perempuan hamil dan perempuan yang menyusui jika mereka merasa khawatir akan dirinya sendiri, boleh berbuka dan diwajibkan bagi keduanya untuk mengqadha.

Pandangan Mazhab Syafii tentang qadha puasa bagi perempuan hamil dan menyusui ini berbeda dengan Fatwa Tarjih. Dalam ketentuan Tarjih, perempuan hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa asalkan membayar fidyah. Namun dirinya menegaskan bahwa secara umum ketentuan Mazhab Syafii dan Majelis Tarjih banyak persamaan seperti disunahkan untuk mengakhirkan makan sahur, menyegerakan berbuka, dan meninggalkan perkaatan buruk.

Mohon maaf jika terdapat sebuah kesalahan, serta diharapkan masukan dan sarannya agar penulis senantiasa introspeksi diri. Kesempurnaan hanyalah milik Allāh SWT, adapun penulis hanya hamba yang lemah lagi berlumur dosa. Nas’alullāha Al-‘Āfiyah.



Itulah tulisan kami tentang ulasan dan review "Fiqh Puasa Ramadhan Madzhab Syafi’i" semoga bermanfaat bagi para pembaca dan jika tulisan ini bermanfaat bagi orang lain silahkan untuk berbagi dengan men SHARE kepada orang lain dan jika ada lebih rezeki silahkan untuk berdonasi untuk perkembangan blog ini

0 Komentar

Silahkan untuk memberikan komentar, dan berilah kami kritik, saran dan kesan.