Buku Keabsahan Nasab Ba‘alawi Membongkar Penyimpangan Pembatalnya

Buku Keabsahan Nasab Ba'alawi

Buku Keabsahan Nasab Ba'alawi


Keabsahan mata rantai nasab dzurriyah Nabi Saw. dari jalur Sayidina Alwi bin Ubaidillah/Abdillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa al-Rumi atau yang dikenal Ba‘alawi sangat masyhur dan populer. Saking masyhurnya, seorang ulama terkemuka dari Lebanon, al-Imam al-‘Allamah Yusuf bin Ismail al-Nabhani (wafat 1350 H) menyatakan adanya ijmak bahwa Sâdah Ba‘alawi termasuk ahli bait Nabi Saw. yang paling absah nasabnya.

إن سادتنا آل باعلوي، قد أجمعت الأمة المحمدية في سائر الأعصار والأقطار، على أنهم من أصح أهل بيت النبوة نسباً

Kemudian, jauh sebelumnya, seorang muarrikh terkemuka dari Damaskus, Suriah, al-‘Allamah Amin bin Fadhlullah al-Muhibbi al-Dimasyqi (wafat 1111 H) mengatakan bahwa keabsahan nasab Sâdah Ba‘alawi ini “mujmi‘un ‘alaih ahlu al-tahqîq”, yaitu sudah disepakati (diijmak) para ulama ahli tahqîq:

وعلوي هو ابن عبيد الله بن أحمد بن عيسى فإنه جدهم الأكبر الجامع التنسيم ونسيم تجمع عليه أهل التحقيق وقد اعتنى ببيانه جمع كثير من العلماء

Bahkan, pengarang kitab Subulu al-Salâm yang sangat populer di Indonesia, al-Imam al-Amir al-Shan’ani (wafat 1182 H) menegaskan bahwa Sâdah Ba‘alawi adalah ahli bait tanpa keraguan sedikit pun, baik menurut syariat, logika, atau ‘uruf:

وهؤلاء آل أبا علوي جميعهم شافعية، وهم أمة كبيرة إلى أن قال فهؤلاء الذين ذكرناهم وأضعافهم من أهل البيت بلا ريب شرعاً وعقلاً وعرفاً

Tentu, apa yang disampaikan para ulama di atas bukan omong kosong, apalagi karangan tak berdasar yang lahir dari ruang hampa. Menisbahkan nasab sekelompok orang kepada selain datuknya, apalagi penisbahan palsu kepada Rasulullah Saw. adalah sebuah dosa besar, perbuatan terlaknat bahkan diancam masuk neraka oleh Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. bersabda:

ليس من رجل ادعى لغير أبيه - وهو يعلمه - إلا كفر، ومن ادعى قَوْمًا لَيْسَ لَهُ فيهم، فليتبوا مَقْعَدَهُ مِنَ النَّار

“Tidaklah seseorang mengaku-ngaku sebagai keturunan selain ayahnya sedangkan dia mengetahui itu terkecuali dia melakukan kekufuran (dosa besar), dan siapa yang mengaku-ngaku sebagai bagian dari sebuah kaum/kabilah padahal ia bukan bagian dari kabilah tersebut, bersiaplah tempatnya di neraka.

Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. bersabda:

إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ، مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Sungguh, bohong atas namaku tidak sama dengan bohong atas nama siapa pun. Barang siapa yang berbohong atas namaku, bersiap tempatnya di neraka.”

Para ulama yang saleh akan sangat berhati-hati berbicara tentang nasab, terlebih nasab ahli bait Rasulullah Saw. Mereka yang memiliki rasa takut kepada Allah tidak akan bicara tentang hal ini (Nafyan wa Itsbatan), kecuali berdasarkan sumber data dan fakta yang sesuai standar syariat, ilmu nasab, dan sejarah.

Selain didata secara detail dan cermat secara turun-temurun oleh para nuqaba di internal Ba‘alawi, banyak ulama nasab (nassabah) dan ahli sejarah (muarrikh) serta ahli fikih (fuqaha) non-Ba‘alawi dari generasi ke generasi juga memberikan kesaksian atas keabsahan nasab Habaib Ba‘alawi. Pengakuan itu datang bukan hanya dari para ulama yang bermazhab Syafi‘i sesuai dengan mazhab fikih mayoritas Sâdah Ba‘alawi. Para ulama yang bermazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali pun mengakuinya. Bahkan, pengakuan itu bukan hanya datang dari banyak ulama aswaja. Saking populernya, banyak ulama dari luar aswaja—seperti Zaidiyyah—yang turut mengakui keabsahan nasab Sâdah Ba‘alawi sebagai dzurriyah Rasulullah Saw., sebagaimana akan kami uraikan dalam buku ini.

Anehnya, setelah hampir 1.000 tahun eksistensi keberadaan Sâdah Ba‘alawi, mulai dari kakeknya Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad sampai tersebar ke berbagai belahan dunia, khususnya Nusantara, tiba-tiba ada seseorang bernama Imaduddin bin Sarman menyatakan nasab Ba‘alawi tidak sah sebagai dzurriyah Nabi Saw., dan menuduh Ubaidillah bukan anak Ahmad bin Isa dengan berbagai dalih yang dikesankan “ilmiah”. Tuduhan itu dipropagandakan secara masif dan menimbulkan kegaduhan rasial, khususnya di media sosial.

Jika melihat Imaduddin bin Sarman yang meyakini pandangannya benar secara absolut (qath‘i), timbul pertanyaan sederhana: apakah puluhan sampai ratusan ulama besar Islam dari masa ke masa seperti al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami, al-Hafidz al-Sakhawi, al-Shan’ani, Sayid Bakri Syatha, al-Syarqawi, al-Hafidz Murtadha al-Zabidi, al-Nabhani, Syaikh Nawawi al-Bantani, dan lainnya telah secara kompak Salah Berjamaah dalam meyakini dan menyatakan ketersambungan nasab Ba‘alawi sebagai dzurriyah Rasulullah Saw. dan hanya Imaduddin yang benar?

Buku ini, insya Allah, akan membahas tuntas keabsahan nasab Ba‘alawi menurut ilmu nasab, fikih, dan sejarah, serta membongkar titik-titik penyimpangan Imaduddin dalam pembatalan nasab Ba‘alawi dan dampak negatif yang ditimbulkan di tengah umat akibat penyimpangan tersebut. Buku ini ditujukan kepada mereka yang mencari jawaban dan kebenaran, bukan yang menutup hati dengan kebencian.


DOWNLOAD

Itulah tulisan kami tentang ulasan dan review "Buku Keabsahan Nasab Ba‘alawi Membongkar Penyimpangan Pembatalnya" semoga bermanfaat bagi para pembaca dan jika tulisan ini bermanfaat bagi orang lain silahkan untuk berbagi dengan men SHARE kepada orang lain dan jika ada lebih rezeki silahkan untuk berdonasi untuk perkembangan blog ini

0 Komentar

Silahkan untuk memberikan komentar, dan berilah kami kritik, saran dan kesan.