Terjemah Maniyyah al-Faqir al-Munjarid wa Sairah al-Murid al-Mutafarrid

Huruf-huruf Magis

Ilmu Nahwu dalam Perspektif Tasawuf


Dalam tradisi keilmuan Arab, Nahwu dikenal sebagai ilmu tata bahasa yang mengatur bagaimana kata-kata dirangkai menjadi kalimat yang benar dan bermakna. Bersama dengan Sharf, ilmu ini menjadi pondasi penting bagi siapa saja yang ingin memahami bahasa Arab secara sistematis. Nahwu biasanya dipahami secara formal, kaku, dan baku: mubtada’ harus dibaca rafa’, maf’ul harus dibaca nashab, dan setiap pelanggaran dianggap sebagai kesalahan gramatikal yang tidak dapat ditoleransi.

Namun, pemahaman tersebut akan tampak berbeda ketika Nahwu dilihat melalui perspektif tasawuf. Dalam pandangan para sufi, Nahwu bukan hanya sekumpulan aturan bahasa, tetapi juga simbol perjalanan ruhani menuju kedalaman cinta Ilahi. Pada tingkat ini, Nahwu tidak sekadar seni memperindah ucapan, tetapi seni memperhalus hati dan jiwa. Mereka menyebutnya sebagai nahwu al-qalb—tata bahasa hati—yang menurut para arif lebih penting daripada sekadar tata bahasa lisan.

Karena itu, tidak mengherankan jika sebagian tokoh sufi tampak sengaja “melanggar” kaidah bahasa dalam tuturan mereka. Mereka mungkin membaca rafa’ pada posisi nashab, atau nashab pada posisi rafa’, namun perilaku dan akhlak mereka mencerminkan keharmonisan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Bagi mereka, kerapian tata bahasa hati jauh lebih bernilai daripada kesempurnaan tata bahasa lisan.

Kisah menarik tentang kedalaman makna ini dapat ditemukan dalam ar-Rihlah ar-Rumiyyah. Diceritakan bahwa suatu ketika Abu Bakar mengetuk pintu Rasulullah ï·º. Seorang pelayan bertanya kepada Nabi tentang siapa yang datang. Beliau menjawab, “Aba Bakar, beruntunglah dia.” Secara kaidah baku, yang benar adalah “Abu Bakar”. Namun Rasulullah memilih bentuk nashab sebagai isyarat tentang fath—terbukanya pintu bagi Abu Bakar—dan sebagai simbol intishâb, keteguhan dan kesiapan beliau untuk memikul amanah kekhalifahan. Inilah keindahan isyarat bahasa yang hanya dapat dipahami melalui kedalaman ruhani.

Buku yang berada di tangan pembaca ini merupakan terjemahan dari sebuah syarah yang berusaha melihat teori-teori Nahwu dalam kitab al-Jurumiyyah melalui kedalaman isyarat dan ma’rifat para sufi. Pada tingkatan ini, bahasa tidak lagi berdiri sebagai sistem tanda pertama, tetapi berubah menjadi sistem tanda kedua yang sarat makna—layaknya bahasa sastra. Huruf-huruf seakan memancarkan referensi yang tak habis digali, seolah menyimpan rahasia spiritual di balik bentuk dan susunannya.

Pendekatan seperti ini mengajak pembaca untuk melihat Nahwu bukan semata-mata sebagai aturan kaku, melainkan pintu menuju pemahaman yang lebih subtil dan mendalam. Inilah wilayah di mana bahasa bertemu dengan ruh, dan kaidah bertemu dengan makna batin.

Terima kasih kepada Diyauddin Luqoni dan Dahril Kamal atas usaha mereka dalam menerjemahkan dan menghadirkan karya ini. Semoga pembaca menemukan inspirasi baru dalam menjelajahi “nahwu hati” yang penuh hikmah dan keindahan. Selamat menikmati perjalanan intelektual dan spiritual ini.


DOWNLOAD

Itulah tulisan kami tentang ulasan dan review "Terjemah Maniyyah al-Faqir al-Munjarid wa Sairah al-Murid al-Mutafarrid" semoga bermanfaat bagi para pembaca dan jika tulisan ini bermanfaat bagi orang lain silahkan untuk berbagi dengan men SHARE kepada orang lain dan jika ada kritik dan juga saran silahkan untuk memberikan komentar atau tanggapan di kolom komentar untuk perkembangan blog ini

0 Komentar

Silahkan untuk memberikan komentar, dan berilah kami kritik, saran dan kesan.