Ghirah Cemburu Karena Allah oleh Prof. Dr. Hamka
Kamis, September 1
Add Comment
Ghirah Cemburu Karena Allah |
Kita sering sekali mendengar kata ghirah digunakan, baik di media sosial, ceramah, maupun media massa. Kata ini sering digunakan dalam komunitas Muslim. Sebagian memaknainya biasa saja, tapi sebagian lagi memaknainya secara ekstrem. Lepas dari itu, mula-mula kita mesti bertanya, apa sih sebenarnya makna ghirah itu? Saya pun mencoba menelusuri makna ghirah. Salah satunya adalah ghirah dalam pandangan Buya Hamka atau Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang merupakan seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia.
Kata ghirah digunakan oleh Buya Hamka untuk judul bukunya yang berisi tentang penjelasan makna ghirah dalam konteks beragama, lebih khusus ber-Islam. Dalam buku bertajuk Ghirah; Cemburu Karena Allah itu, Buya Hamka yang merupakan ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama ini menjelaskan kepada kita mengenai makna 'ghirah' dengan suatu pengertian yang sederhana. Buya Hamka menyebutnya “cemburu”. Jawaban yang cukup singkat, bukan? Namun, cemburu yang seperti apa? Karena cemburu pun pada praktiknya berbeda-beda antara orang yang satu dengan yang lain.
Ghirah, kata Buya Hamka, adalah kecemburuan dalam beragama. Cemburu di sini maknanya bukan sekadar marah, kesal, atau mangkel, melainkan perasaan tidak rela yang muncul dari dalam diri karena haknya direnggut. Dan dengan ghirah itu pula kemudian punya hasrat besar untuk merebut haknya kembali. Kalau tak ingin merebut kembali, kata Buya Hamka, bukan cemburu namanya.
Ghirah atau cemburu karena Allah ada dua macam, yakni terhadap perempuan dan agama, jika adik perempuanmu diganggu orang lain, lalu orang itu kamu pukul, pertanda padamu masih ada ghirah.
Jika agamamu, nabimu, dan kitabmu dihina, kamu berdiam diri saja, jelaslah ghirah telah hilang dari dirimu. Jika ghirah tidak dimiliki lagi oleh bangsa Indonesia, niscaya bangsa ini akan mudah dijajah oleh asing dalam segala sisi.
Jika ghirah telah hilang dari hati, gantinya hanya satu yaitu kain kafan. Sebab, kehilangan ghirah sama dengan mati! Buku ini juga membahas mengenai Ghirah pada Mahatma Gandhi, Ghazwul Fikri, dan Siri.
Hamka lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya (Danau Maninjau), Kabupaten Agam, Sumatera BArat pada tanggal 17 Februari 1908. Hamka adalah Ulama dan sastrawan besar Indonesia. Hamka dikenal aktif menjadi pengurus organisasi Muhammadiyah, pernah terjun ke dunia politik -melalui Partai Masyumi- dan menjabat sebagai Ketua Pertama Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hamka termasuk pahlawan nasional Indonesia. Hamka berhasil menorehkan beberapa karya fenomenal dalam sejarah sastra Indonesia, seperti novel “Dibawah Lindungan Kabah” dan “Tenggelamnya Kapal Van Deer Wijck”. Karya legendaris Hamka lainnya adalah buku Tafsir Al-Azhar. Hamka tutup usia di Jakarta pada tanggal 24 Juli 1981 pada usia 73 tahun.
Itulah tulisan kami tentang ulasan dan review "Ghirah Cemburu Karena Allah oleh Prof. Dr. Hamka" semoga bermanfaat bagi para pembaca dan jika tulisan ini bermanfaat bagi orang lain silahkan untuk berbagi dengan men SHARE kepada orang lain dan jika ada lebih rezeki silahkan untuk berdonasi untuk perkembangan blog ini
0 Response to "Ghirah Cemburu Karena Allah oleh Prof. Dr. Hamka"
Posting Komentar
Silahkan untuk memberikan komentar, dan berilah kami kritik, saran dan kesan.