Kitab Nihayatul Muhtaj Imam Ramli

Nihayatul Muhtaj
Nama lengkap kitab ini sebagaimana disebutkan pengarang dalam muqoddimah adalah “Nihayatu Al-Muhtaj Ila Syarhi Al-Minhaj” (نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج). Tujuan pengarang dalam menulis kitab ini memang ingin agar orang yang ingin mencari syarah bagus untuk kitab “Minhaju Ath-Tholibin” sudah cukup bertumpu padanya. Lafaz “Nihayah” sendiri bermakna “ujung penghabisan”. Seakan-akan kitab ini diharapkan pengarang menjadi ujung akhir dari sebuah pencarian orang yang melakukan perjalanan jauh untuk menguasai fikih mazhab Asy-Syafi’i.

Pengarangnya bernama Ar-Romli, sang muharrir mazhab Asy-Syafi’i fase kedua bersama Al-Haitami. Nama lengkap beliau Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Hamzah Ar-Romli. Beliau adalah rujukan fatwa bagi masyarakat Mesir selama hidupnya. Beliau juga dijuluki “Asy-Syafi’i Ash-Shoghir” karena kedalaman ilmunya dalam mazhab Asy-Syafi’i. Nisbah laqobnya diambil dari nama daerah yang disebut “Ar-Romlah”, yakni wilayah yang termasuk distrik “Al-Manufiyyah”, Mesir. Beliau lahir dan wafat di Kairo.

“Nihayatu Al-Muhtaj” adalah kitab fikih bermazhab Asy-Syafi’i yang merupakan syarah untuk kitab “Minhaj Ath-Tholibin” karya An-Nawawi. Kitab ini sama terkenalnya dengan kitab “Tuhfatu Al-Muhtaj” karya Ibnu Hajar Al-Haitami dan “Mughni Al-Muhtaj” karya Al-Khothib Asy-Syirbini.

Kitab ini sangat penting dan kedudukannya sejajar dengan “Tuhfatu Al-Muhtaj” karena memuat hasil kerja keras Ar-Romli pada saat melakukan tahrir mazhab Asy-Syafi’i. Biasanya, jika orang ingin mempelajari fikih Asy-Syafi’i level “expert”, dua kitab ini yang direkomendasikan, setelah itu baru sejumlah hasyiyah seperti “Hasyiyah Az-Zayyadi”, “Hasyiyah Ibnu Qosim”, dan “Hasyiyah Al-Halabi”. Demikian pentingnya kitab ini sampai-sampai banyak ulama Syam yang datang ke Mesir dengan maksud untuk berguru dan mempelajari “Nihayatu Al-Muhtaj” karya Ar-Romli ini.

Kitab ini dari sisi ketebalan bisa digolongkan syarah mutawassith (pertengahan). Dalam muqoddimahnya Ar-Romli menegaskan bahwa yang ditulis beliau hanyalah hukum-hukum yang disepakati seraya membuang soal-soal ikhtilaf antara sesama ulama Asy-Syafi’iyyah. Ar-Romli menulis,

مُقْتَصِرًا فِيهِ عَلَى الْمَعْمُولِ بِهِ فِي الْمَذْهَبِ، غَيْرَ مُعْتَنٍ بِتَحْرِيرِ الْأَقْوَالِ الضَّعِيفَةِ رَوْمًا لِلِاخْتِصَارِ فِي الْأَغْلَبِ

“Saya membatasi diri pada hukum-hukum yang sudah diamalkan dalam mazhab (Asy-Syafi’i) tanpa memberi perhatian pada aktifitas tahrir pendapat-pendapat lemah dengan maksud untuk meringkas secara umum” (“Nihayatu Al-Muhtaj” juz 1, hlm 12)

Ciri utama kitab ini adalah ringkas, mengandung tahrir mazhab Asy-Syafi’i hasil penelitian Ar-Romli dan menjelaskan pendapat mu’tamad. Bahasanya lebih mudah dan lebih enak ditelaah daripada “Tuhfatu Al-Muhtaj”.

Ar-Romli juga menjelaskan bahwa isi kitabnya adalah hasil “perasan” apa yang sudah ditulis oleh ulama-ulama Asy-Syafi’iyyah mutaakkhirin, yakni sejumlah penelitian tahrir mazhab yang ditulis dalam syarah-syarah “Minhaj Ath-Tholibin”, syarah “Irsyadu Al-Ghowi”, Syarah “Al-Bahjah Al-Wardiyyah”, syarah “Roudhu Ath-Tholib”, Syarah “Manhaj Ath-Thullab” dan karangan-karangan ulama Asy-Syafi’iyyah yang semasa dengan Ar-Romli. Terutama sekali kitab ini meringkas dengan sangat bagus tiga kitab utama, yaitu “Kanzu Ar-Roghibin”, “Tuhfatu Al-Muhtaj”, dan “Mughni Al-Muhtaj”.

Di dalamnya Ar-Romli menjelaskan lafaz-lafaz An-Nawawi dalam “Minhaj Ath-Tholibin” yang mungkin masih samar, menguraikan kandungan maknanya, dan menyajikan hukum-hukum secara terperinci. Kadang-kadang Ar-Romli juga mensyarah panjang lebar jika diperlukan. Dalam kondisi tertentu beliau juga menjelaskan kaidah-kaidah fikih, menjelaskan “fawaid fiqhiyyah” dan menjelaskan dalil-dalil hukum secara ringkas. Ar-Romli juga menambahi penjelasan fatwa dengan mengambil fatwa-fatwa ayahnya; Syihabuddin Ar-Romli dan sejumlah mufti lainnya.

Sampai di sini terkadang sebagian kaum muslimin mulai membandingkan mana yang lebih diunggulkan untuk dijadikan rujukan, apakah Ibnu Hajar Al-Haitami ataukah Syamsuddin Ar-Romli.

Sebagian kaum muslimin lebih mengutamakan Al-Haitami daripada Ar-Romli dengan alasan bahwa “Nihayatu Al-Muhtaj” karya Ar-Romli ini banyak bertumpu pada “Tuhfatu Al-Muhtaj” karya Ibnu Hajar Al-Haitami. Banyaknya nukilan yang mengambil dari “Tuhfatu Al-Muhtaj’ dipandang sebagai bukti bahwa “Tuhfatu Al-Muhtaj” lebih ungggul daripada “Nihayatu Al-Muhtaj”.

Argumentasi ini dikuatkan dari informasi yang diperoleh oleh Muhammad Badzib pada saat membaca salah satu manuskrip dari Maroko. Menurut beliau, ada manuskrip yang menghubungkan kitab “Nihayatu Al-Muhtaj” dengan “Tuhfatu Al-Muhtaj”. Manuskrip tersebut berada di “Al-Khizanah Al-Hamrowiyyah” no 106 yang dipetik dari kitab “Tahni-atu Ahli Al-Islam Bi Bina-i Baitillahi Al-Harom” karya Ibrahim Al-Maimuni (w.1079 H). Muhammad Badzib membacanya dan dalam kitab tersebut ada tulisan tangannya serta ijazah untuk orang Maroko yang memiliki manuskrip tersebut. Secara ringkas, informasi riwayat yang ada dalam manuskrip itu adalah sebagai berikut.

Ibrohim Al-Maimuni mendengar dari gurunya; Asy-Syanawani, ia berkata, “Aku duduk bersama bersama Ibnu Hajar Al-Haitami ke arah Ka’bah. Kemudian datang seseorang yang berkata, ‘Sesungguhnya syaikh Muhammad Ar-Romli melakukan plagiat/penjiplakan terhadap karyamu yang mensyarah Al-Minhaj karya An-Nawawi lalu mengakui sebagai karangannya sendiri’. Saat itu juga Ibnu Hajar Al-Haitami langsung tersungkur bersujud syukur kepada Allah. Kemudian beliau berkata, “Sungguh, aku berharap agar tidak ada sedikitpun ilmu ini yang dinisbatkan kepadaku. Karena keinginanku…dari diriku. Hasil pencapaianku terhadap ilmu ini adalah untuk orang-orang agar mereka memanfaatkannya. Jika sudah terjadi hal itu, maka aku tidak peduli siapapun yang menjiplaknya.

Informasi dari manuskrip ini digunakan sebagai alasan untuk menguatkan pendapat bahwa Al-Haitami lebih unggul daripada Ar-Romli.

Hanya saja kesimpulan semacam ini masih menyisakan sejumlah catatan.

Di antaranya, aktivitas menukil tidak menunjukkan yang menukil keilmuannya selalu lebih rendah daripada yang dinukil. Alasannya, banyak ulama yang menukil tulisan ulama lain karena indahnya ungkapan dan dengan maksud tabarruk dengan karya mereka. Yang seperti ini banyak dilakukan baik dengan pernyataan lugas maupun tidak seperti yang dilakukan An-Nawawi dalam “Al-Majmu’” dan Al-‘Imroni dalam “Al-Bayan” yang mengutip ungkapan Asy-Syirozi. Termasuk Ar-Rofi’i dalam “Al-Fathu Al-‘Aziz/ Asy-Syarhu Al-Kabir” yang mengutip “Nihayatu Al-Mathlab” karya Al-Juwaini. Termasuk Ar-Rozi dalam “Al-Mahshul” yang mengutip ungkapan dalam “Al-Mustashfa” karya Al-Ghozzali. Menukil ucapan karena motivasi indahnya ungkapan dan dengan maksud tabarruk di antaranya diungkapkan Syaikhul Islam Zakariyya Al-Anshori,

فهذا شرح لمختصري المسمى بـ ( لب الأصول) الذي اختصرت فيه جمع الجوامع يبين حقائقه، ويوضح دقائقه، ويذلل من اللفظ صعابه، ويكشف عن وجه المعاني نقابه، سالكا فيه غالبا عبارة شيخنا العلامة، المحقق الفهامة الجلال المحلي لسلاستها وحسن تأليفها، وروما لحصول بركة مؤلفها

“…(kitab) ini adalah syarah untuk mukhtashor saya yang bernama ‘Lubbu Al-Ushul’ yang saya ringkaskan dari kitab ‘Jam’u Al-Jawami’ untuk menjelaskan bahasan intinya, memperjelas soal-soal yang samar, menguraikan lafaz-lafaz sulit, dan menyingkap tabir yang menyelimuti maknanya. Dalam hal ini seringkali saya mengutip ungkapan syaikh kami Al-‘Allamah Al-Muhaqqih Al-Fahhamah Al-Jalal Al-Mahalli. Hal itu karena redaksi beliau halus dan indah susunannya, juga dalam rangka memperoleh berkah penulisnya” (Ghoyatu Al-Wushul Fi Syarhi Lubbi Al-Ushul, hlm 2)

Jadi, orang yang mengutip tidak selalu ilmunya lebih rendah dari yang dikutip. Al-Haitami sendiri dalam “Tuhfatu Al-Muhtaj” banyak mengutip hasyiyah gurunya yaitu Ibnu Abdil Haqq As-Sanbathi (w.950 H) pada saat sang guru menulis hasyiyah terhadap “Kanzu Ar-Roghibin”.

Lagipula jika Ar-Romli diketahui kurang menonjol dalam melakukan tahqiq pada “Nihayatu Al-Muhtaj” dari pada Al-Haitami dalam “Tuhfatu Al-Muhtaj”, hal itu tidak serta merta menunjukkan Al-Haitami lebih berilmu daripada Ar-Romli. Paling jauh hal itu hanya menunjukkan menonjolnya Al-Haitami dalam melakukan tahqiq. Buktinya, para ulama mengakui bahwa Zakariyya Al-Anshori lebih berilmu daripada Al-Haitami. Hanya saja Zakariyya Al-Anshori tidak banyak melakukan tahqiq dan tahrir sehingga beliau tidak menonjol di bidang itu.

Lagipula Al-Haitami dari sisi zaman memang mendahului zaman Ar-Romli, karena Al-Haitami wafat pada tahun 977 H sementara Ar-Romli wafat pada tahun 1004 H sehingga wajar saja jika Ar-Romli mengutip darinya. Hal ini ditambah fakta bahwa “Tuhfatu Al-Muhtaj” memang sudah populer di Mesir sehingga wajar jika ulama Asy-Syafi’iyyah manapun akan memanfaatkannya.

Lagipula Ar-Romli diketahui telah membuat majelis kajian untuk menyampaikan isi “Nihayatu Al-Muhtaj” ini dihadapan sekitar 400 fuqoha Mesir agar bisa dikoreksi oleh mereka. Di antara 400 orang ini ada murid langusng Ibnu Hajar Al-Haitami seperti Az-Zayyadi dan selainnya. Fakta ini menunjukkan tingginya kualitas “Nihayatu Al-Muhtaj” yang bahkan diakui sendiri oleh murid-murid Al-Haitami.

Lagipula pungkasan para muhaqqiq (Khotimatu Al-Muhaqqiqin) seperti Al-Abbadi yang banyak memberikan perhatian terhadap karya-karya Al-Haitami ternyata malah mengunggulkan Ar-Romli daripada Al-Haitami. Selain itu Ar-Romli telah dikenal mendapatkan julukan sebagai “Asy-Syafi’i Ash-Shoghir”. Sebuah julukan yang tidak dimiliki Al-Haitami.

Ar-Romli sendiri dikenal sangat menghormati Al-Haitami sebagaimana tampak pada pujiannya yang tinggi seperti yang dikutip As-Saifi dalam kitab “Nafa-is Ad-Duror”. Al-Haitami juga memuji Ar-Romli dan ayahnya. Nahiruddin Ath-Thoblawi juga berguru pada Ar-Romli padahal usia Ar-Romli saat itu setara dengan anaknya. Zainuddin Al-Malibari murid Al-Haitami juga memuji keilmuan Ar-Romli. Ibnu Qosim juga memandang tidak pantas membuka majelis pengajian di saat Ar-Romli masih hidup. Bahkan ada yang mengatakan Syamduddin Ar-Romli adalah mujaddid abad 10 H setelah Zakariyya Al-Anshori.

Termasuk fakta juga, siapapun yang mengkaji “Tuhfatu Al-Muhtaj” termasuk hasyiyah-hasyiyah dan istidrokat-istidrokatnya kemudian mencoba untuk membandingkannya dengan “Nihayatu Al-Muhtaj”, dia akan mendapati bahwa “Nihayatu Al-Muhtaj” lebih “selamat” dari “i’tirodhot” dan lebih selamat dari sejumlah persoalan yang Ibnu Hajar Al-Haitami dikritik karenanya.

Dari sini wajar jika ada yang menyimpulkan, Ar-Romli mengambil hal-hal terbaik dari “Tuhfatu Al-Muhtaj” dan meninggalkan hal-hal yang karenanya Al-Haitami dikritik. Ar-Romli juga mengambil yang terbaik dari “Mughni Al-Muhtaj” karya Asy-Syirbini, lalu mengganti hal-hal dari keduanya yang dianggap Ar-Romli tidak mu’tamad dan diganti dengan yang dipandangnya mu’tamad. Ar-Romli juga menegaskan bahwa beliau membuang hal-hal ikhtilaf dalam kitabnya dan hanya menulis saripati hasil tahrir ulama-ulama mutaakhirin sampai masa beliau.

Oleh karena itu, yang paling adil adalah mengatakan bahwa masing-masing dari dua ulama besar ini yakni Al-Haitami dan Ar-Romli, keduanya memiliki kelebihan dan keistimewaan yang menonjol. Keduanya juga tercatat sebagai muharrir mazhab Asy-Syafi’i fase kedua setelah masa Asy-Syaikhan.

Kitab “Nihayatu Al-Muhtaj” menurut Umar Al-Bashri ¼ bagian pertama sejalan dengan “Mughni Al-Muhtaj” karya Al-Khothib Asy-Syirbini, lalu merujuk juga “Tuhfatu Al-Muhtaj” karya Ibnu Hajar Al-Haitami, juga dari ilmu-ilmu yang ditimba dari ayahnya sendiri yaitu Syihabuddin Ar-Romli serta sumber-seumber lainnya. Adapun bagian ¾-nya, cara menulisnya sejalan dengan “Tuhfatu Al-Muhtaj” dan diperkaya dari sumber-sumber lainnya.

Adapun hasyiyah terpenting dan terkenal untuk “Nihayatu Al-Muhtaj” ada dua yaitu “Hasyiyah Asy-Syabromallisi” (w.1087 H) dan “Hasyiyah Ar-Rosyidi” atau yang kadang disebut “Hasyiyah Al-Maghribi” (w.1096 H).

Sejumlah penerbit tercatat pernah mempublikasikan kitab “Nihayatu Al-Muhtaj” seperti penerbit Mushthofa Al-Baby Al-Halaby, Dar Al-Fikr, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Dar Ihya’ At-Turots Al-‘Arobi, Al-Maktabah At-Tauqifiyyah dan lain-lain. Dar Al-Fikr menerbitkannya dalam 8 jilid disertai “Hasyiyah Asy-Syabromallisi” dan “Hasyiyah Ar-Rosyidi”.

Dar Ihya’ At-Turots Al-‘Arobi, Beirut Libanon menerbitkannya dalam 8 jilid dengan ketebalan 2742 hlm atas jasa tahqiq Ahmad ‘Azu ‘Inayah.

Syamsuddin Ar-Romli wafat tahun 1004 H.

رحم الله شمس الدين الرملي رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين
http://irtaqi.net/2018/03/11/mengenal-kitab-nihayatu-al-muhtaj-karya-syamsuddin-ar-romli/

0 Komentar

Silahkan untuk memberikan komentar, dan berilah kami kritik, saran dan kesan.